Thursday, August 7, 2014

PLN Beli Pure Palm Oil (PPO) Dari 3 Perusahaan Minyak Sawit

http://www.pln.co.id/blog/pln-beli-pure-palm-oil-ppo-dari-3-perusahaan-minyak-sawit/

(Jakarta, 20 Januari 2014) – Untuk mendukung impelementasi penggunaan energi baru terbarukan, mulai 2014, beberapa pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) milik PLN akan segera menggunakan bahan bakar nabati, salah satunya Pure Palm Oil (PPO). Hal ini tercermin dalam penandatanganan perjanjian jual beli minyak nabati jenis PPO oleh PLN dengan 3 perusahaan besar minyak sawit. Ketiga perusahaan tersebut adalah :

PT Smart Tbk, diwakili oleh Wakil Direktur Utama, Budi Wijana.
PT Wilmar Nabati Indonesia, diwakili oleh Wakil Presiden Direktur, Erik Tjia.
PT Wilmar Cahaya Indonesia, diwakili oleh Presiden Direktur, Erik Tjia.

Penandatangan ini disaksikan oleh ketua APINDO, sofjan Wanandi dan ketua BKPM, Mahendra Siregar, Senin (20/1) di PLN Pusat.

Menurut Dirut PLN, Nur pamudji, PLN telah menggunakan bahan bakar nabati sejak tahun 2007 dengan melakukan eksperimen pada PLTG Talang Padang di Lampung. “Waktu itu, harga CPO di dunia sempat jatuh sehingga dilakukan eksperimen bahan bakar untuk PLTG dari CPO. Dan ternyata CPO ini bisa dijadikan untuk bahan bakar pembangkit. Kemudian, eksperimen menyebar ke Kalimantan. Namun, eksperimen dihentikan karena harga harga CPO dunia melejit lagi, melampaui harga solar,” kata Nur.

Memasuki 2013, lanjut Nur, harga CPO dunia mulai turun lagi. Mengingat produksi dari sawit saat ini berada pada level 30 juta ton per tahun, bahkan pada 2020 mencapai 40 juta ton per tahun, sedangkan konsumsinya hanya 8 juta ton per tahun, pemerintah mulai melirik bahan bakar nabati ini untuk PLTD milik PLN.

“Saat ini hanya menandatangani pasokan PPO untuk pembangkit diesel, padahal dimungkinkan dipakai untuk gas turbin. Dan gas turbin ini harus ditambahkan alat tambahan yaitu pre heater. Volume yang akan dibakar oleh gas turbin ini cukup besar hingga 4 juta ton. Namun, kemungkinan tidak semuanya PPO dimasukan sebagai bahan bakar untuk gas turbin, hanya berapa persennya saja. Namun, untuk pembangkit diesel, bisa mencapai hingga 80% digantikan oleh PPO, bahkan untuk diesel ukuran kecil bisa 100% digantikan PPO. Saat ini, PLN membutuhkan 1 juta kilo liter untuk diesel, dan untuk gas turbin bisa mencapai 1,5 juta kilo liter,” ucapnya.

Ke depan, PLN akan mengarahkan untuk membangun CPO engine untuk melistriki daerah-daerah pelosok yang berada di remote area, seperti pulau-pulau di Maluku, Mentawai, Nias, Simeuleu, NTT, Papua, dan lainnya.

Kerjasama jual beli PPO untuk pembangkit diesel yang berlaku untuk satu tahun ini, diklaim bisa menghemat pengeluaran PLN hingga 15% dibanding menggunakan solar.
PPO sebanyak 6.720 ton akan dipasok oleh PT Smart Tbk PPO ke Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Titi Kuning di Medan dengan volume 3.320 ton, kemudian oleh PT Wilmar Nabati Indonesia ke PLTD Bagan Besar dan PLTD Bagan Siapiapi di Dumai dengan volume 1.250 ton, dan oleh PT Wilmar Cahaya Indonesia ke PLTD Sudirman, PLTD Sambas, PLTD Menyurai Sintang, PLTD Semboja Sanggau di Kalimantan Barat dengan volume 2.150 Ton.

Selain bisa mengurangi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) oleh PLN, penggunaan PPO ini akan memberikan keuntungan lainnya, seperti bisa menghemat devisa negara karena mengurangi impor, mampu meningkatkan ketahanan energi nasional, lebih ramah lingkungan karena bahan bakar nabati itu adalah sumber energi yang terbarukan.

Kontak:
Bambang Dwiyanto
Manajer Senior Komunikasi Korporat
Tlp. 021 7261122
Facs. 021 7227059

Email. bambang.dwiyanto@pln.co.id

Wednesday, May 7, 2014

Astra Agro Lestari spends Rp 300b on two new mills

http://www.thejakartapost.com/news/2014/05/07/astra-agro-lestari-spends-rp-300b-two-new-mills.html

Mustaqim Adamrah, The Jakarta Post, Jakarta | Business | Wed, May 07 2014, 12:14 PM



Palm oil producer PT Astra Agro Lestari (AALI), part of diversified conglomerate Astra International, is building two new palm oil mills in Donggala, Central Sulawesi, and Penajam Paser Utara, East Kalimantan.

The company is spending around Rp 100 billion (US$8.7 million) to Rp 150 billion in capital on each of the mills, according to Astra Agro Lestari director Joko Supriyono.

“That is only for the plants and does not include infrastructure and other [facilities],” he said on Tuesday on the sidelines of the 2014 Forest Asia Summit in Jakarta as quoted by kompas.com.

He said it took one-and-a-half years to build the plants, which would produce up to 45 tons of bulk palm oil per hour.

“Hopefully the plants can commence operations next year — in the middle or in the third quarter,” said Joko, who is secretary-general of the Indonesian Palm Oil Producers Association (Gapki).

The company will have a total of 30 mills by 2015.

Astra Agro Lestari has set aside around Rp 3 trillion in capital expenditure this year, according to the company in a public expose on April 17.

This is 7 percent higher than the Rp 2.8 trillion capital spent on last year’s expenditure.

The company, which expects a good outlook throughout the year, plans to spend around 35 to 40 percent of capital expenditure on building new plants, another 30 percent on plant maintenance and the remainder on the development of infrastructure in plantation areas.

Astra Agro Lestari, which operates in Sumatra, Kalimantan and Sulawesi, had a bad year in 2013.

The company’s net profit was cut by more than a quarter last year to Rp 1.8 trillion, from Rp 2.41 trillion a year before because of lower production in nucleus plantations, a drop in the average selling price of crude palm oil and foreign exchange (forex) losses that resulted from the company’s foreign debts.

The company earlier claimed that the lower production of fresh fruit bunches last year was because of repeated changes of climate.

The company’s shares, AALI, traded on the Indonesia Stock Exchange (IDX) at Rp 29,100 apiece on Tuesday, down 1.94 percent from the previous closing.

Asian Agri agrees to pay Rp 2.5 trillion fine in installments

http://www.thejakartapost.com/news/2014/02/01/asian-agri-agrees-pay-rp-25-trillion-fine-installments.html

The Jakarta Post, Jakarta | Headlines | Sat, February 01 2014, 10:12 AM

A palm oil conglomerate found guilty of tax evasion in 2012, has agreed to pay Rp 2.5 trillion (US$204.8 million) in fines in a deal that will allow the company to pay the fine in installments.

Attorney General Basrief Arief said on Thursday that the Asian Agri Group had agreed to pay the fine imposed by the Supreme Court, which would be carried until October this year.

Speaking in a press conference, Basrief said the company had paid nearly Rp 720 billion on Jan. 28 and would settle the remainder with installments of Rp 200 billion each month until October through the Attorney General Office’s (AGO’s) account in state-owned lender Bank Mandiri.

“We choose the option because we’ve also considered the fate of thousands of people working in the company’s 14 subsidiaries involved in the tax fraud,” he said, adding that the business units employed 25,000 people and had partnerships with 29,000 farmers.

Asian Agri, which is owned by tycoon Sukanto Tanoto — Forbes magazine’s 10th richest person in the country with a net worth of $2.3 billion — is obliged to pay a fine of Rp 2.5 trillion or 200 percent of its tax obligation between 2002 and 2005. In addition, the company was also ordered to pay Rp 1.9 trillion in back taxes.

The Supreme Court found the company’s former tax manager Suwir Laut guilty of understating the annual tax obligations of the company’s 14 subsidiaries throughout the period. The court ruled on Dec. 18, 2012, that Suwir was sentenced to two years’ imprisonment and that the fines had to be borne by the company.

“We will comply with the Supreme Court ruling and use both internal cash and external funds [loan] to save the lives of thousands of people working for us,” said Asian Agri general manager Freddy Wijaya, separately.

He added that by paying the fines, he expected his company could normally operate its activities so that it would be able to meet its target of producing 1 million tons of crude palm oil (CPO) this year.

“We hope the government will stop freezing the company’s assets so the company can resume its operations and earn more profit, resulting in its ability to quickly pay the total amount of the fines,” said Asian Agri lawyer Yusril Ihza Mahendra.

Basrief confirmed the AGO would lift the asset-freezing this week as the company had shown its commitment to pay the fines. “We have frozen the company’s assets to prevent it from dissipating its assets beyond the court’s jurisdiction,” he told reporters, refusing to explain the details of the frozen assets.

The AGO was reported to have seized the assets of the company’s 14 subsidiaries with a total value of
Rp 5.3 trillion, if the company failed to pay the fines until Feb. 1, as decided by the Supreme Court.

Finance Ministry director general of taxation Fuad Rachmany said on Thursday he company must still pay Rp 1.9 trillion in back taxes.

“However, Asian Agri is to file an appeal over the back taxes with the Taxation Court. The firm has paid around Rp 900 billion as a prerequisite to filing the appeal. The payment of the remainder will be based on the court’s verdict,” he said.

Yusril said his client would file an appeal with the Taxation Court, saying that the Supreme Court ruling was bizarre.

Wednesday, March 12, 2014

Training Free, Prior and Informed Consent (FPIC) di PT Kiara Sawit Abadi (KSA) dan PT Buana Hijau Abadi (BHA)


Dalam mengembangkan praktik bisnisnya TAP Group senantiasa berupaya memenuhi standar tata kelola perusahaan yang baik dan mewujudkan komitmen kepatuhannya terhadap kerangka peraturan internal dan eksternal yang bertujuan memperkuat keterbukaan, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kewajaran dan kemandirian.

Titik awalnya adalah komitmen TAP Group untuk memenuhi seluruh perundang--‐undangan dan peraturan yang berlaku di dalam mengimplementasikan Principles & Criteria (P&C) Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Rountable Sustainable Palm Oil (RSPO) yang terkait langsung dengan tata kelola perkebunan yang baik, seperti keterbukaan, kepatuhan terhadap hukum hukum, tanggung jawab lingkungan, dan tanggung jawab terhadap karyawan dan masyarakat.

Untuk terus mendukung komitmen tersebut, TAP Group bekerja sama dengan Lingkar Komunitas Sawit (LINKS) mengadakan training Free, Prior and Informed Consent (FPIC) bagi Manajemen dan CSR officer di wilayah pengembangan baru, yaitu PT Kiara Sawit Abadi (KSA) dan PT Buana Hijau Abadi (BHA), Region Kalimantan Barat.

FPIC merupakan salah satu prinsip kunci dalam hukum internasional dan ilmu hukum yang berhubungan dengan masyarakat adat, serta telah diterima secara luas dalam kebijakan corporate social responsibility di sektor swasta seperti pembangunan bendungan, pertambangan, Kehutanan, perkebunan, konservasi, bio-prospecting dan analisa dampak lingkungan. FPIC juga telah mendapat dukungan dari Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) sebagai prinsip kunci dalam Principles and Criteria (P&C) . FPIC menjadi dasar dimana persetujuan yang adil antara masyarakat setempat dan perusahaan (serta 2 pemerintah), dapat dikembangkan dengan cara-cara yang memastikan bahwa hukum dan hak adat masyarakat asli maupun pihak pemegang hak setempat lainnya dihormati, serta memastikan bahwa mereka dapat melakukan negosiasi yang adil sehingga mereka mendapat keuntungan yang riil dari perkembangan kelapa sawit yang direncanakan pada tanah mereka.

Training FPIC ini dilaksanakan dalam 2 (dua) tahap. Tahap I dilaksanakan pada tanggal 3-5 Agustus 2012 dan tahap II dilaksanakan pada tanggal 22-23 Januari 2013. Training dihadiri oleh Manajemen Region Kalbar, Tim CSR Site dan Head Office, serta Tim Sustainability. Trainer dan Fasilitator yang terlibat dalam acara ini merupakan praktisi handal pada bidang manajemen perkebunan sawit, agraria, masyarakat dan hukum adat, sosiologi diantaranya Rudy Lumuru, S.Pt (Lead Trainer LINKS), Dr. Feybe Elen Nurmiaty, SE. M.Si (Lead Trainer LINKS), dan lain-lain.

Selama training ini seluruh peserta mendapatkan berbagai pemahaman mengenai materi dasar-dasar FPIC, materi tentang kedudukan masyarakat adat Dayak dalam hukum nasional dan internasional, Materi tentang penyelesaian konflik agraria disekitar perkebunan kelapa sawit. Materi pemetaan social yang meliputi social feasibilities study, social impact and need assessment; Materi teknik- teknik pemetaan partisipatif (PRA) melalui mapping, penelusuran desa (transek), diagram Venn, kecenderungan perubahan, pohon masalah dan harapan; serta studi konflik agaria dan konflik social disekitar perkebunan dan lain-lain.

Dalam acara ini peserta diikutsertakan dalam kegiatan sharing dan kunjungan lapangan ke Kebun Percontohan Obeng Pangodi di Dusun Nala, Desa Embala Kecamatan Parindu Kabupaten Sanggau. Peserta juga dilibatkan dalam evaluasi, tanya jawab dan simulasi penyelesaian kasus-kasus dengan prinsip FPIC pada new area plantation maupun existing plantation serta penyusunan profil desa dan masyarakat sebagai hasil dari pemetaan sosial dan pemetaan partisipatif.

Acara Sosialisasi Perluasan Lahan PT. BHA Ricuh

http://www.kalimantan-news.com/berita.php?idb=16982

Puluhan Warga 3 Dusun Di Sungai Mali Gagalkan Sosialisasi

05 November 2012, 11:22:18 WIB oleh Petrus Heri Sutopo

Sintang-KOTA, (kalimantan-news) - Puluhan warga dari tiga dusun di desa sungai Mali Kecamatan Ketungau Hilir, yakni Dusun Merka, Mungguk Kelapa serta Kendu yang merasa dilecehkan oleh perusahaan sawit PT. Buana Hijau Abadi, menggagalkan sosialisasi perusahaan sawit PT. Buana Hijau Abadi yang berencana untuk memperluas areal lahan perkebunan.
Kejadian tersebut baru diungkapkan Koordinator FAMKI, Ricky kepada kalimantan-news.com, Senin (05/11/2012)

Menurut koordinator FAMKI Kabupaten Sintang, Ricky peristiwa tersebut terjadi pada hari Jumat (02/11/2012), saat puluhan warga dari 3 dusun mendatangi acara sosialisasi yang dilaksanakan di Balai desa Sungai Mali. Masyarakat tersebut menilai perusahaan  belum menyelesaikan masalah dengan masyarakat terkait dengan penyerobotan lahan mereka.

"Masyarakat 3 dusun merasa dilecehkan  pihak perusahaan yang belum menyelesaikan penyerobotan lahan masyarakat," ujar Ricky.

Selain itu, pihaknya menilai karicuhan tersebut erat kaitannya dengan kasus penahanan  warga Mungguk Kelapa bernama Munah beberapa bulan lalu.

"Pak Munah ditahan atas laporan pihak perusahaan karena melakukan pengrusakan tanaman sawit. Padahal apa yang dilakukan oleh warga tersebut karena pihak perusahaan melakukan penggarapan dan penanaman sawit dilahan yang tak pernah diserahkan ke perusahaan," ungkapnya.

Warga 3 dusun yang sudah emosi, lanjut Ricky sempat menarik perwakilan perusahaan yang oleg masyarakat disebut-sebut adalah manager bernama Sahatua. Pakaian Sahatua sempat robek karena ditarik paksa oleh masyarakat. Akibat insiden tersebut, acara sosialisasi terpaksa dibatalkan.

Saat itu beberapa unsur Muspika yang diundang pihak perusahaan berusaha untuk meredam emosi warga, sehingga tidak berkelanjutan kearah yang lebih anarkhis.

"Pihak Muspika sudah membuat surat, yang isinya  pihak perusahaan berjanji untuk menyelesaikan kasus lahan-lahan sengketa. Namun hingga saat ini pihak perusahaan ataupun Muspika terkesan tidak peduli, karena lahan-lahan yang sudah di re-claiming oleh warga masih tetap digarap perusahaan. Padahal sudah ada jaminan dari Kapolsek untuk menghentikan sementara kegiatan dari perusahaan." pungkasnya. (*)

Knowing Malaysian Palm Oil Investors in Indonesia

https://www.palmoilmagazine.com/news/8504/knowing-malaysian-palm-oil-investors-in-indonesia   Main News | 21 January 2021 , 06:02 WIB ...