Sawit Korupsi Kaltim
TRIBUNNEWS.COM,
JAKARTA - Henry Susanto Gun (HSG) Dirut PT Sawit Golden Prima
yang juga tersangka diduga penyuap Bupati Kukar, Rita Widyasari senilai Rp 6
miliar pada Juli dan Agustus 2010, hari ini, Selasa (19/12/2017) memenuhi panggilan
penyidik KPK.
Diketahui,
suap dilakukan guna memuluskan perizinan lokasi untuk keperluan inti dan
plasma perkebunan sawit di Desa Kupang Baru Kecamatan Muara Kaman kepada PT
Sawit Golden Prima.
Pemeriksaan
ini adalah pemeriksaan perdana bagi Henry, sialnya sekali diperiksa, penyidik
langsung memberikan rompi tahanan orange dan menjebloskan Henry ke tahanan.
Juru
Bicara KPK, Febri
Diansyah membenarkan Henry ditahan penyidik selama 20 hari kedepan
untuk kepentingan penyidikan.
"HSG
sudah ditahan selama 20 hari ke depan di rutan Polres Jakarta Selatan," terang
Febri, di KPK,
Kuningan, Jakarta Selatan.
Diketahui, Bupati Rita menyandang dua status tersangka di KPK. Pertama kasus dugaan menerima gratifikasi, selain Bupati Rita, penyidik juga menyematkan status tersangka pada Khairudin (KH), Komisaris PT Media Bangun Bersama.
Diketahui, Bupati Rita menyandang dua status tersangka di KPK. Pertama kasus dugaan menerima gratifikasi, selain Bupati Rita, penyidik juga menyematkan status tersangka pada Khairudin (KH), Komisaris PT Media Bangun Bersama.
Dalam
perkara ini, baik Rita maupun Khairudin diduga menerima gratifikasi yang
berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajibannya yaitu
uang sebesar 775 ribu dolar AS atau setara Rp 6,975 miliar.
Penerimaan
ini berkaitan, dengan sejumlah proyek di Kutai Kartanegara selama masa jabatan
tersangka. Atas kasus ini, Rita ditahan di rutan KPK gedung merah putih,
Kuningan, Jakarta Selatan dan Khairudin ditahan di Rutan Guntur.
Kedua,
Bupati Rita juga menyandang status tersangka di kasus suap dari Henry Susanto
Gun (HSG) selaku Dirut PT Sawit Golden Prima senilai Rp 6 miliar sekitar bulan
Juli dan Agustus 2010.
Uang
itu diduga untuk memuluskan perizinan lokasi untuk keperluan inti dan plasma
perkebunan sawit di Desa Kupang Baru Kecamatan Muara Kaman kepada PT Sawit
Golden Prima.
==========================
Bupati Kukar Diduga Terima Suap Rp 12,9 Miliar untuk Izin Kelapa
Sawit
KPK membongkar dugaan suap dan
gratifikasi sebesar Rp 12,9 miliar yang diterima Bupati Kukar Rita Widyasari
pada 2010.
Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kutai
Kartanegara, Kalimantan Timur, Rita Widyasari sebagai tersangka atas kasus
dugaan penerimaan suap dan gratifikasi. Rita diduga menerima suap dan
gratifikasi dengan nilai total hingga Rp 12,975 miliar.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menuturkan, Rita diduga
menerima suap senilai Rp 6 miliar dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima
(SGP), Hery Susanto Gun terkait pemberian izin di Desa Kupang Baru Kecamatan
Muara Kaman. Izin diperlukan untuk lahan inti dan plasma perkebunan kelapa
sawit PT SGP.
Daftar newsletter Katadata sekarang!
Dapatkan berita terbaru pilihan kami
melalui email Anda setiap hari (Senin - Jumat).
"Suap diduga diterima sekitar bulan Juli dan Agustus 2010
dan diindikasikan untuk memuluskan proses izin lokasi terhadap PT SGP,"
kata Basaria di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/9).
Selain itu, Rita bersama-sama Komisaris PT Media Bangun Bersama
(MBB) Khairudin diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan
berlawanan dengan tugas dan kewajibannya. Gratifikasi itu diduga berbentuk uang
sebesar US$ 775 ribu atau setara Rp 6,975 miliar.
"Berkaitan dengan sejumlah proyek di Kabupaten Kutai
Kartanegara selama masa jabatan tersangka," kata Basaria.
Atas perbuatannya, Rita diduga
sebagai pihak penerima suap dan disangkakan melanggar Pasal 12
huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Rita bersama Khairuddin juga dianggap sebagai penerima dalam
kasus gratifikasi. Keduanya disangkakan melanggar Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU
Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Sementara, Hery diduga sebagai pihak pemberi. Dia disangkakan
melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor
20 Tahun 2001.
Adapun untuk perkembangan penyidikan, KPK sejak Selasa (26/9)
telah melakukan penggeledahan di beberapa lokasi. KPK telah melakukan
penggeledahan di Kompleks Perkantoran Kabupaten Kutai Kartanegara, termasuk
Kantor Bupati, Pendopo Bupati, dan dua rumah lainnya.
"Pada Rabu (27/9), tim melakukan geledah di Kantor Dinas
Pertanahan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas PU, dan Dinas Pendidikan," kata
Basaria.
Sementara hari ini, KPK melakukan penggeledahan di Kantor Dinas
Perhubungan, Dinas Pertanian, Dinas Penanaman Modal. Basaria menuturkan, proses
penggeledahan tersebut masih dilakukan tim hingga saat ini.
Atas penggeledahan tersebut, KPK telah menyita empat mobil,
yakni Hummer H3, Toyota Vellfire, Ford Everest, dan Land Cruiser. Keempatnya
berada dalam penguasaan Rita namun dengan menggunakan nama pihak lain.
"Mobil-mobil ini diduga dibeli dari hasil suap atau
gratifikasi," kata Basaria.
Selain itu, KPK juga mengamankan dokumen berisikan catatan trans
keuangan terkait indikasi gratifikasi yang diterima Rita. Adapula dokumen
terkait perizinan lokasi perkebunan kelapa sawit dan proyek-proyek di Kutai
Kartanegara.
Basaria menuturkan, KPK akan menjerat Rita dengan pasal Tindak
Pidana Pencucian Uang (TPPU) atas beberapa hartanya yang diduga didapatkan dari
uang suap atau gratifikasi. Pengembangan terkait kasus tersebut pun masih
sangat mungkin dilakukan untuk menjerat pihak lain yang terlibat.
"Sudah barang tentu akan diterapkan TPPU. Itu cara KPK
memiskinkan para koruptor," kata Basaria.
Mengikuti jejak Syaukani
Rita merupakan anak dari mantan Bupati Kukar pada 1999-2008,
Syaukani HR. Sama seperti Rita, Syaukani juga pernah terjerat kasus korupsi.
Syaukani dinyatakan bersalah menyalahgunakan dana perangsang
pungutan sumber daya alam (migas), dana studi kelayakan Bandara Kutai, dana
pembangunan Bandara Kutai, dan penyalahgunaan dana pos anggaran kesejahteraan
masyarakat. Nilai kerugian negara akibat korupsi yang dilakukan Syaukani
mencapai Rp 113 miliar.
Rita menjabat sebagai Bupati perempuan pertama di Indonesia sejak
2010 lalu. Pada periode pertama, Rita berpasangan dengan Gufron Yusuf.
Sedangkan pada periode kedua atau 2016-2021, Rita berpasangan dengan Edi
Damansyah.
Berdasarkan laman LHKPN KPK, Rita terakhir kali melaporkan harta
kekayaan pada 2015. Harta kekayaannya yang tercatat sekitar Rp 236 miliar dan
US$ 138 ribu.
Seperti ayahnya pula, Rita merupakan mengembangkan karier
politik melalui Partai Golkar. Sebelum menjadi bupati, Rita pernah menduduki
kursi Ketua DPRD Kukar dari partai Golkar.
Dia juga berhasil menduduki kursi Ketua Golkar Kaltim. Selain
itu, Rita pernah menjabat sebagai Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI)
yang merupakan induk organisasi kepemudaan di Kalimantan Timur.
Namanya kini menjadi calon tunggal dari Partai Golkar menuju
Pemilihan Gubernur Kaltim. PKB pun memasukkannya dalam radar untuk diusung
dalam pemilihan pada 2018 mendatang.
=======================
KPK Duga Bupati Kukar Terima Gratifikasi dari
Terpidana Suap
Feri Agus ,
CNN Indonesia | Rabu, 11/10/2017 00:52 WIB
Jakarta, CNN Indonesia --
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Bupati Kutai Kartanegara Rita
Widyasari turut menerima gratifikasi dari pemilik PT Citra Gading Asritama
Ichsan Suadi, yang merupakan terpidana kasus suap kepada pejabat Mahkamah Agung
(MA) itu
"Ada indikasi pemberian gratifikasi terhadap tersangka dalam kasus ini.
Saksi seberapa jauh tahu proses tersebut, termasuk adanya pemberian gratifikasi
ke RIW saat jadi kepala daerah, masih didalami," kata Juru Bicara KPK
Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (10/10).
Febri tak bisa menyampaikan secara spesifik dugaan pemberian gratifikasi oleh
Ichsan kepada Rita terkait proyek apa. Menurutnya, penyidik KPK menduga Rita
menerima gratifikasi dari sejumlah pihak terkait proyek di Kabupaten Kutai
Kartanegara selama dua periode menjabat, yakni 2010-2015 dan 2016-2021.
Rita diduga menerima suap sebesar Rp6 miliar dari Abun terkait pemberian izin
operasi untuk keperluan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit PT Sawit Golden
Prima di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman.
Kemudian, dia juga diduga menerima gratifikasi bersama Khairudin sebesar Rp6,97
miliar terkait dengan sejumlah proyek di Kabupaten Kukar. Tak hanya itu, Rita
disinyalir menerima gratifikasi dari pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD).
=====================
Kasus
gratifikasi Bupati Rita, sejumlah pejabat di Kukar diperiksa KPK
https://www.merdeka.com/peristiwa/kasus-gratifikasi-bupati-ria-sejumlah-pejabat-di-kukar-diperiksa-kpk.html
KPK geledah kantor Bupati Kukar. ©2017 Merdeka.com/nur aditya
KPK geledah kantor Bupati Kukar. ©2017 Merdeka.com/nur aditya
Merdeka.com - Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
merampungkan penggeledahan di sejumlah dinas di lingkup Pemkab Kutai
Kartanegara. Hari ini, satu per satu pejabat di Kukar, diperiksa penyidik KPK.
Pemeriksaan berlangsung mulai pagi tadi, menempati ruang serbaguna di Mapolres Kutai Kartanegara, di Jalan Wolter Monginsidi, Tenggarong, Kutai Kartanegara. Satu per satu pejabat dipanggil KPK, untuk menjalani penyidikan terkait kasus dugaan gratifikasi Bupati Rita Widyasari.
Wartawan pun menunggu di ruang serbaguna. Siang harinya, Sekda Kabupaten Kutai Kartanegara Marli, juga terlihat masuk ke dalam ruang pemeriksaan KPK.
Kemudian sore harinya, Marli belakangan diketahui selesai diperiksa dan keluar meninggalkan Mapolres Kukar. Ia keluar lewat pintu belakang Mapolres, yang luput dari pantauan wartawan.
Namun demikian, Setianto Nugroho Aji, Sekretaris Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Kutai Kartanegara, berkesempatan memberikan keterangan singkat kepada wartawan terkait pemeriksaan itu.
"Diminta melengkapi berkas, dan stempel untuk menyetempel berkas-berkas," kata Nugroho.
Dia sendiri, diperiksa penyidik KPK terkait dugaan gratifikasi, dan perizinan PT Sawit Golden Prima (SGP) milik Hery Susanto Gun alias Abun, yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Saat itu, Nugroho menjabat sebagai Kabag Hukum Setkab Kukar.
Seperti dilansir KPK, kasus dugaan gratifikasi yang menyeret Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari, diantaranya juga menyeret nama HSG atau Hery Susanto Gun, sebagai bos PT SGP.
Selama 4 hari sejak Selasa (26/9), KPK telah mengobok-obok banyak kantor di Kukar, dan memboyong banyak dokumen. Sabtu (30/9) malam lalu, rumah sekaligus kantor Abun di Samarinda, digeledah KPK. Bahkan, Senin (2/10) kemarin, KPK kembali menggeledah sejumlah instansi di lingkup Pemkab Kukar. [gil]
Pemeriksaan berlangsung mulai pagi tadi, menempati ruang serbaguna di Mapolres Kutai Kartanegara, di Jalan Wolter Monginsidi, Tenggarong, Kutai Kartanegara. Satu per satu pejabat dipanggil KPK, untuk menjalani penyidikan terkait kasus dugaan gratifikasi Bupati Rita Widyasari.
Wartawan pun menunggu di ruang serbaguna. Siang harinya, Sekda Kabupaten Kutai Kartanegara Marli, juga terlihat masuk ke dalam ruang pemeriksaan KPK.
Kemudian sore harinya, Marli belakangan diketahui selesai diperiksa dan keluar meninggalkan Mapolres Kukar. Ia keluar lewat pintu belakang Mapolres, yang luput dari pantauan wartawan.
Namun demikian, Setianto Nugroho Aji, Sekretaris Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Kutai Kartanegara, berkesempatan memberikan keterangan singkat kepada wartawan terkait pemeriksaan itu.
"Diminta melengkapi berkas, dan stempel untuk menyetempel berkas-berkas," kata Nugroho.
Dia sendiri, diperiksa penyidik KPK terkait dugaan gratifikasi, dan perizinan PT Sawit Golden Prima (SGP) milik Hery Susanto Gun alias Abun, yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Saat itu, Nugroho menjabat sebagai Kabag Hukum Setkab Kukar.
Seperti dilansir KPK, kasus dugaan gratifikasi yang menyeret Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari, diantaranya juga menyeret nama HSG atau Hery Susanto Gun, sebagai bos PT SGP.
Selama 4 hari sejak Selasa (26/9), KPK telah mengobok-obok banyak kantor di Kukar, dan memboyong banyak dokumen. Sabtu (30/9) malam lalu, rumah sekaligus kantor Abun di Samarinda, digeledah KPK. Bahkan, Senin (2/10) kemarin, KPK kembali menggeledah sejumlah instansi di lingkup Pemkab Kukar. [gil]
=========================
Fakta
kasus Bupati Kukar terima suap Rp 12 M hingga menjadi tersangka
Jumat, 29 September 2017 05:21Reporter : Intan Umbari Prihatin
Bupati Kukar Rita Widyasari. ©2017 istimewa
Bupati Kukar Rita Widyasari. ©2017 istimewa
Merdeka.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya memaparkan kasus yang menjerat Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari. Ada dua kasus yang membuat Rita menjadi tersangka dengan nilai gratifikasi dan suap mencapai Rp 12 miliar lebih. Selain Rita, Direktur Utama PT Sawit Golden Prima, Hery Susanto Gun (HSG) dan PT Media Bangun Bersama, KHR (Khairudin) juga ditetapkan sebagai tersangka dari pihak pemberi.
Dalam jumpa pers di gedung KPK, Kamis (28/9) Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengungkapkan, Rita diduga menerima suap Rp 6 miliar dari PT Sawit Golden Prima untuk pemberian izin lokasi untuk keperluan inti dan plasma perkebunan Kelapa Sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman.
"Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari dijerat dalam dua kasus yaitu diduga menerima uang Rp 6 miliar dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima, Hery Susanto Gun (HSG)," kata Basaria.
Kasus kedua, lanjut Basaria, Rita juga menerima gratifikasi dari komisaris PT Media Bangun Bersama, KHR (Khairudin) sebesar 775 ribu USD atau setara Rp 6,975 miliar. "Berkaitan dengan sejumlah proyek di Kutai Kartanegara selama masa jabatan tersangka," tambah dia.
Jumlah total uang yang diterima bakal cagub Kalimantan Timur dari Partai Golkar itu mencapai Rp 12,975 miliar.
Dari penggeledahan yang dilakukan di berbagai tempat, KPK menemukan sejumlah bukti. "Pada Selasa 26 September 2017, tim KPK menyisir Kompleks Perkantoran Kabupaten Kutai Kartanegara, di antaranya kantor bupati, pendopo bupati dan dua rumah lainnya," kata jelas Basaria.
Selanjutnya kata Basaria, pada Rabu 27 September 2017, tim KPK menyisir kantor Dinas Pertanahan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Pendidikan.
Kemudian, pada Kamis 28 September, lanjut dia, KPK melakukan penggeledahan di kantor Dinas Perhubungan, Dinas Pertanian dan Dinas Penanaman Modal. Hasilnya sejumlah dokumen disita. "Dokumen berisi catatan keuangan transaksi terkait dugaan gratifikasi yang diterima, kemudian dokumen terkait perizinan lokasi perkebunan kelapa sawit dan proyek-proyek di Kukar," ujar Basaria.
Selain itu, KPK juga telah menyita empat mobil mewah milik Rita yang namanya disamarkan menggunakan pihak lain. "Terdapat empat mobil yang disita oleh KPK, empat mobil tersebut diduga berada pada penguasaan RIW namun dengan nama pihak lain," imbuh Basaria.
Mobil-mobil yang disita di antaranya, Hummer type H3, Toyota Vellfire, Ford Everest, dan Toyota Land Cruiser. Penyidik KPK menyitanya dari kantor Dinas Perhubungan, Dinas Pertanian, Dinas Penanaman Modal, Dinas Pendidikan, Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas pekerjaan umum.
Atas temuan ini, penyidik akan menindaklanjuti dengan mengenakan Rita pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). "Akan kita tindaklanjuti ke tindak pidana pencucian uang," tukasnya.
Basaria menjelaskan, langkah tersebut diambil karena keempat mobil yang diduga milik Rita, tidak menggunakan namanya sendiri melainkan nama orang lain. "Soal empat mobil yang disita tim kita ini atas nama orang lain," ucapnya.
Dalam kasus ini, KPK mengenakan dua pasal terhadap Rita yakni pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk suap dan Pasal 12 B UU Tipikor untuk dugaan gratifikasi.
Sementara Direktur Utama PT Sawit Golden Prima, Hery Susanto Gun dijerat pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang 20/2011.
Kemudian, komisaris PT Media Bangun Bersama, KHR (Khairudin) dijerat pasal 12 B UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang 20/2011. [bal]
No comments:
Post a Comment