http://regional.kompas.com/read/2011/09/20/05535858/3.400.Hektar.Lahan.Dalam.Status.Konflik
(Bakrie)
PADANG, KOMPAS.com - Seluas 3.400 hektar lahan di Sumatera Barat berada dalam status konflik agraria dengan perusahaan perkebunan seperti PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI dan Bakri PT Bakrie Sumatra Plantation.
Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) Serikat Petani Indonesia (SPI) Sumatera Barat Sukardi Bendang, di Padang, Senin (19/9/2011) mengatakan, sebanyak 2.000 hektare berada di Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat, 600 hektare di Batang Lambau, Kinali, Kabupaten Pasaman Barat, dam 800 hektare di Gunung Melintang Kabupaten Limapuluh Kota.
"Di Air Bangis terdapat sekitar 766 petani, di Kinali 200 petani dan 300 petani di Kinali," ujarnya dalam diskusi peringatan Hari Tani Nasional di Sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang, Jalan Gandariah I No 9 C, Padang.
Menurut dia, konflik agraria tersebut disebabkan karena tidak jelasnya hak guna usaha yang diberikan perusahaan kepada petani dan adanya klaim dari masyarakat bahwa tanah yang digarap merupakan milik mereka.
"Saat ini sengketa tersebut masih dalam tahap proses mediasi di Badan Pertanahan Nasional dan kita tidak bisa menjamin urusan ini dapat diselesaikan tanpa ada pihak yang dirugikan terutama bagi petani kecil," katanya.
Selama ini, lanjutnya masyarakat petani kerap kali dirugikan karena hanya pihak perusahaan yang difasilitasi dalam penyelesaian konflik agraria tersebut.
Untuk mengatasi hal itu, Sukardi menyebutkan SPI telah mengirimkan surat kepada Presiden agar segera membentuk Badan Otoritas Sengketa Agraria karena dalam sengketa ini bukan hanya menyangkut soal perdata.
Namun, harapan pembentukan badan itu buntu setelah presiden membalas surat yang dikirimkan tersebut agar konflik yang ada dimediasi oleh Badan Pertanahan Nasional.
"Selama ini, hanya digunakan Undang-undang Agraria jika ada konflik seperti itu, sementara peraturan lain seperti ketetapan MPR dan regulasi lain diabaikan apalagi persoalan itu bukan hanya menyangkut soal perdata saja melainkan ada unsur adat dan tanah ulayat," paparnya.
Walau demikian, dia berharap kasus agraria ini dapat terselesaikan sebagaimana mestinya dan tidak sampai dalam persidangan di pengadilan.
"Sidang di pengadilan membutuhkan biaya yang besar karena harus melewati persidangan di Pengadilan Negeri, pengadilan negeri bahkan sampai ke Mahkamah Agung," ujarnya.
No comments:
Post a Comment