http://krjogja.com/read/110541/www.computa.co.id/computashop/
(Wilmar, Musim Mas, Sampoerna, Agro Harapan)
Upaya Penuntasan Kasus Pembantaian Orangutan Masih Lemah
danar | Selasa, 6 Desember 2011 | 14:10 WIB | Dibaca: 143 | Komentar: 0
JAKARTA (KRjogja.com) - Centre for Orangutan Protection (COP) menemukan empat kerangka orangutan di dalam kawasan konsesi PT. Sarana Titian Permata, anak perusahaan Wilmar Group di Kalimantan Tengah. Salah satunya masih tersangkut di atas pohon, diduga mati karena ditembak. Temuan tersebut telah dilaporkan ke Kementerian Kehutanan pada tanggal 6 September 2011.
Sebelumnya, pada tanggal 7 Juni 2010, COP mengevakuasi 1 bayi orangutan yang dipelihara warga Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah. Menurut pemeliharanya, induk orangutan sudah dibunuh saat land clearing di kawasan konsesi PT. Rimba Harapan Sakti (RHS), anak perusahaan Wilmar Group juga.
Setidaknya 75 orangutan terpaksa dievakuasi sebagai dampak pembabatan hutan untuk membuka perkebunan kelapa sawit anak-anak perusahaan Wilmar Group di Kalimantan Tengah seperti PT. Mustika Sembuluh, PT. Kerry Sawit Indonesia dan PT. Sarana Titian Permata. Jumlah tersebut tidak termasuk orangutan yang sudah telanjur tewas atau tewas dalam perjalanan menuju Pusat Reintroduksi Nyarumenteng yang dikelola oleh Borneo Orangutan Survival (BOS) Foundation di dekat Palangkaraya. Hingga saat ini, setidaknya, 938 orangutan terpaksa dievakuasi dari kawasan-kawasan konsesi PT Matahari Kahuripan Indonesia (Makin Group), GoodHope Asia Holdings Limited, IOI Group, PT BW Plantation Tbk, PT Union Sampoerna Triputra Persada, Musim Mas Group dan Best Agro International.
Tewasnya orangutan dikarenakan sudah telanjur ditangkap oleh para pekerja perkebunan. Hampir 100% menderita luka parah di tangan dan di kepala. Para pekerja Kerry Sawit 2 (Wilmar Group) memukuli wajah anak orangutan dan memotong jari tengah dan jari manisnya di semua tangan kanan dan kiri pada Agustus 2006. Orangutan tersebut akhirnya mati. Para pekerja PT. Agrobukit (Goodhope Asia) mencangkul kepala induk orangutan dan memasukkannya
ke dalam peti pada April 2007. Perlakuan yang sama oleh PT. Globalindo Alam Perkasa (Musim Mas Group) telah menyebabkan kematian 1 orangutan pada tanggal 28 Mei 2006. Kekejaman terhadap orangutan merupakan hal biasa yang disaksikan para anggota tim penyelamat dan staff Balai Konservasi Sumber Daya Alam.
Orangutan dilindungi Undang-undang nomor 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Lemahnya penegakan hukum telah menyebabkan kejahatan ini berlangsung dengan masif. Penyiksaan dan pembunuhan orangutan seringkali terjadi di depan petugas dan dibiarkan. Laporan COP mengenai penemuan tengkorak-tengkorak orangutan di kawasan konsesi Wilmar Group sampai sekarang belum ditindaklanjuti oleh Kementerian Kehutanan. Laporan mengenai pembunuhan orangutan di kawasan konsesi Best Agro International ditanggapi dengan investigasi lapangan yang metodenya diragukan. Maraknya publikasi media juga tidak mendorong mereka untuk segera mengamankan bukti di tempat kejadian perkara (TKP).
“Tingginya jumlah orangutan yang berhasil dievakuasi ke Pusat Penyelamatan hendaknya dipahami sebagai kegagalan upaya perlindungan, bukan keberhasilan. Pembantaian orangutan yang terus menerus terjadi tanpa adanya penegakan hukum merupakan kejahatan terorganisir yang melibatkan perusahaan dan pegawai pemerintah yang sudah seharusnya melindungi orangutan dan habitat mereka,” ungkap Hardi Baktiantoro, Orangutan Campaigner COP, dalam rilisnya kepada KRjogja.com, Selasa (6/12).
Provinsi Kalimantan Tengah memiliki posisi sangat strategis dalam konservasi orangutan karena kurang lebih 60% populasi orangutan Borneo terdapat di Kalimantan Tengah. Populasi orangutan yang berada di dalam kawasan konservasi (TN Tanjung Puting, TN Sebangau, SM Lamandau) merupakan populasi yang ‘viable’. Meskipun demikian, sebagian besar populasi orangutan di Kalimantan Tengah berada di luar kawasan konservasi dalam kantong-kantong
populasi yang tersebar.
“Kegagalan melindungi orangutan di Kalimantan Tengah merupakan hilangnya sejumlah besar orangutan, ikon konservasi satwa liar nasional,” tegas Hardi Baktiantoro. (COP/Yan)
No comments:
Post a Comment