Thursday, January 25, 2018

KPK Temukan 3 Kelemahan Tata Kelola Kelapa Sawit

KPK Temukan 3 Kelemahan Tata Kelola Kelapa Sawit

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya kelemahan dalam tata kelola komoditas kelapa sawit. Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif saat memaparkan hasil kajian pada Senin (13/3) di Gedung Merah Putih KPK, di hadapan pihak terkait.
Dalam kesempatan itu, turut hadir Irjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Imam Hendargo, Sekjen Kementerian Pertanian Hari Priyono, Ketua Badan Restorasi Gambut Nazir Foead, Direktur Jenderal Penanganan Masalah Agraria, Pemanfaatan Ruang dan Tanah M. Ikhsan, dan Direktur Jenderal (Dirjen) Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang.
Tiga kelemahan itu, yakni pertama, sistem pengendalian perizinan usaha perkebunan tidak akuntabel untuk memastikan kepatuhan pelaku usaha. Hal ini disebabkan antara lain; Tidak adanya perencanaan usaha perkebunan kelapa sawit; serta Tidak adanya koordinasi antara pemerintah daerah dengan kementerian/lembaga dalam proses penerbitan dan pengendalian perizinan.
“Akibatnya, pengendalian izin tidak efektif (kasus tumpang tindih lahan) dan menimbulkan ketidakpastian hukum, kasus IUP yang tidak memiliki HGU karena berada dalam kawasan hutan atau kasus izin usaha perkebunan yang izin lingkungannya sudah dicabut tetapi perusahaanya masih beroperasi,” kata Syarif.
Kedua, tidak efektifnya pengendalian pungutan ekspor komoditas kelapa sawit. Hal ini disebabkan Sistem verifikasi ekspor tidak berjalan baik; Penggunaan dana perkebunan kelapa sawit habis untuk program subsidi biofuel; serta tiga grup usaha menjadi penerima manfaat utama dana perkebunan kelapa sawit.
“Karena itu, KPK menargetkan, sistem verifikasi yang terintegrasi antara BPDPKS, Ditjen Bea Cukai dan Surveyor serta penggunaan dana perkebunan kelapa sawit, berjalan sesuai dengan mandat UU 39/2014 tentang Perkebunan,” katanya.
Ketiga, tidak optimalnya pungutan pajak sektor kelapa sawit oleh Direktorat Jenderal Pajak. Hal ini disebabkan DJP tidak mendorong kepatuhan Wajib Pajak sektor perkebunan kelapa sawit; Tidak ada sistem integrasi data perkelapasawitan dengan data perpajakan; dan Belum terpungutnya potensi pajak di sektor kelapa sawit.
Berdasarkan data Ditjen Pajak pada 2016, tingkat kepatuhan Wajib Pajak (Badan dan Perorangan) mengalami penurunan signifikan. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan turun dari 70,6% tahun 2011 menjadi 46,3% pada 2015. Sedangkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak Perorangan, turun dari 42,3% tahun 2011 menjadi 6,3%  pada 2015.
(Humas)
Artikel terkait:

No comments:

Post a Comment

Knowing Malaysian Palm Oil Investors in Indonesia

https://www.palmoilmagazine.com/news/8504/knowing-malaysian-palm-oil-investors-in-indonesia   Main News | 21 January 2021 , 06:02 WIB ...