Thursday, January 25, 2018

Sawit korupsi di Buol Sulawesi in news clippings

Mantan Bupati Buol Amran Batalipu Divonis 7,5 Tahun Penjara
ICHA RASTIKA
Kompas.com - 11/02/2013, 14:43 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Bupati Buol Amran Batalipu dijatuhi hukuman tujuh tahun enam bulan penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan. Selaku Bupati Buol pada 2012, Amran dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut dengan menerima hadiah atau janji berupa uang Rp 3 miliar dari PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP)/ PT Cipta Cakra Mudaya (PT CCM) dalam dua tahap. Uang tersebut merupakan barter atas jasa Amran yang membuat surat rekomendasi terkait izin usaha perkebunan dan hak guna usaha perkebunan untuk PT HIP/ PT CCM di Buol.
Putusan ini dibacakan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang terdiri dari Gusrizal (ketua), dan tiga hakim anggota, yakni Made Hendra, Tati Hardiyanti, Joko Subagyo, dan Slamet Subagyo dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (11/2/2013).
“Menyatakan Amran terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagai perbuatan berlanjut. Menjatuhkan pidana selama tujuh tahun enam bulan penjara dan pidana denda Rp 300 juta diganti kurungan enam bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Gusrizal.
Menurut majelis hakim, Amran terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 KUHP sebagaimana dalam dakwaan pertama.
Putusan ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yang meminta Amran dihukum 12 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta yang dapat diganti kurungan enam bulan. Menurut majelis hakim, Amran menerima hadiah dari Hartati Murdaya selaku Direktur PT HIP dan PT CCM berupa uang senilai total Rp 3 miliar. Uang tersebut diberikan dalam dua tahap, melalui petinggi perusahaan tersebut, Yani Anshori dan Gondo Sudjono.
Adapun Hartati divonis dua tahun delapan bulan penjara, sementara Yani dan Gondo masing-masing satu setengah tahun, dan satu tahun penjara. Ketiga orang ini hanya dianggap terbukti menyuap, yakni melanggar  Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP sehingga hukumannya lebih ringan.
Berdasarkan fakta persidangan, kata hakim, pemberian uang Rp 3 miliar itu merupakan kesepakatan dalam pembicaraan Amran dengan Hartati di suatu Hotel di Jakarta dan pembicaraan keduanya melalui telepon. Sebelum pertemuan itu, Amran meminta melalui Yani, Gondo, dan Arim (financial controller PT HIP) agar dibantu dana Rp 3 miliar.
Sementara pihak PT HIP meminta Amran membuat surat rekomendasi izin usaha perkebunan (IUP) yang ditujukan kepada Gubernur Sulawesi Tengah, serta surat rekomendasi kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional terkait hak guna usaha (HGU) atas lahan seluas 4.500 hektar milik PT CCM/PT HIP.
“Setelah terdakwa membuat surat tersebut, Hartati mengucapkan terimakasih melalui telepon dan meminta dibuatkan lagi satu surat, untuk lahan sisa luas 7.090 hektar yang akan dibarter dengan uang Rp 2 miliar,” kata hakim Tati.
Padahal, lanjut hakim, Amran mengetahui kalau pembuatan surat rekomendasi itu bukanlah kewajibannya atau bertentangan dengan kewajibannya selaku Bupati Buol. Dalam memutuskan perkara ini, majelis hakim pun menolak pembelaan pihak Amran yang berdalih kalau Amran sedang cuti dalam rangka kampanye Pilkada Buol, saat uang itu diberikan.
Sementara menurut hakim, pemberian suatu hadiah tidak harus dilakukan saat pegawai negeri atau penyelenggara itu sedang menjalankan dinasnya. “Bisa juga diberikan di rumahnya sebagai kenalan,” tambah hakim Tati.  Meskipun tengah cuti, lanjutnya, kedudukan Amran tetaplah bupati.
Majelis hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang dianggap meringankan maupun memberatkan hukuman Amran. Adapun hal yang memberatkan, perbuatan Amran dianggap kontraproduktif dengan upaya Pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi. Amran juga telah menggunakan kewenangannya untuk mendapat keuntungan pribadi. Sedangkan yang meringankan, Amran berlaku sopan selama persidangan, masih memiliki tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum.
======================
Mantan anak buah Hartati Murdaya ikhlas divonis 2 tahun
Senin, 16 Desember 2013 16:18Reporter : Aryo Putranto Saptohutomo
Sidang Hartati Murdaya. ©2013 Merdeka.com/Dwi Narwoko
Merdeka.com - Terdakwa kasus suap pengurusan sertifikat Hak Guna Usaha dan Izin Usaha Perkebunan lahan kelapa sawit milik PT Hardaya Inti Plantation, PT Cipta Cakra Murdaya, dan PT Sebuku Inti Plantation di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah, Totok Lestiyo, dijatuhi hukuman dua tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana KorupsiJakarta, hari ini. Atas vonis itu, mantan Direktur PT Hardaya Inti Plantation dan bekas anak buah pengusaha Siti Hartati Murdaya itu mengaku ikhlas.

"Yang mulia majelis hakim, tim penasehat hukum, dan yang mulia jaksa penuntut umum, atas diterbitkannya vonis hari ini, saya menerima," kata Totok selepas mendengarkan pembacaan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (16/12).

Sementara itu, tim jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi diwakili Jaksa Supardi menyatakan pikir-pikir atas putusan itu. "Kami akan pikir-pikir selama tujuh hari," kata Jaksa Supardi.

Majelis hakim menyatakan Totok yang juga bekas anak buah pengusaha Siti Hartati Cakra Murdaya terbukti menyuap Bupati Buol, 
Amran Abdullah Batalipu, dalam pengurusan sertifikat Hak Guna Usaha dan Izin Usaha Perkebunan lahan kelapa sawit milik PT HIP, PT Cipta Cakra Murdaya, dan PT Sebuku Inti Plantation di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.

Hakim Ketua Gusrizal menyatakan, Totok juga dituntut pidana denda sebesar Rp 50 juta. Jika tidak dibayar, maka harus diganti hukuman kurungan selama tiga bulan.

Menurut Hakim Ketua Gusrizal, pertimbangan memberatkan Totok adalah perbuatannya mencederai tatanan pemerintah yang bersih dan bebas dari 
korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta tidak mendukung upaya pemerintah dalam menerapkan Good Corporate Governance (tata kelola pemerintahan yang baik). Sementara hal-hal meringankan adalah Totok belum pernah dihukum, menyesal dan mengakui terus terang perbuatannya, serta bersikap sopan selama masa persidangan.

Menurut Hakim Ketua Gusrizal, Totok terbukti melanggar dakwaan alternatif kesatu. Yakni Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto pasal 64 KUHPidana.

Menurut Hakim Taty Hadianty, Totok dengan sengaja memberikan hadiah atau janji, yakni uang Rp 3 miliar, kepada Amran supaya berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Yaitu segera menerbitkan sertifikat Hak Guna Usaha dan Izin Usaha Perkebunan lahan kelapa sawit milik PT Cipta Cakra Murdaya di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah seluas 4500 hektar, serta sertifikat HGU dan IUP milik PT HIP seluas 22,780 hektar, serta IUP lahan perkebunan kelapa sawit di luar 4500 hektar dan 22,780 hektar diajukan oleh PT Sebuku Inti Plantation. PT Sebuku Inti Plantation adalah anak perusahaan PT CCM dan PT HIP yang juga milik Hartati.

Putusan itu lebih ringan dari tuntutan jaksa. Dua pekan lalu, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Totok dengan pidana penjara selama empat tahun. Tetapi, tuntutan pidana denda sama dengan vonis, yakni denda sebesar Rp 50 juta. Jika tidak dibayar, maka harus diganti hukuman kurungan selama tiga bulan.

===========================
Kasus suap izin lahan Buol, eks anak buah Hartati dibui 2 tahun
Senin, 16 Desember 2013 15:36Reporter : Aryo Putranto Saptohutomo
Mural Koruptor. ©2013 Merdeka.com/M. Luthfi Rahman
Merdeka.com - Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana KorupsiJakarta, menjatuhkan putusan kepada mantan Direktur PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP), Totok Lestiyo, dengan pidana penjara selama dua tahun. Majelis hakim menyatakan Totok terbukti menyuap Bupati Buol, Amran Abdullah Batalipu.

Bekas anak buah pengusaha 
Siti Hartati Cakra Murdaya memberi suap dalam pengurusan sertifikat Hak Guna Usaha dan Izin Usaha Perkebunan lahan kelapa sawit milik PT HIP, PT Cipta Cakra Murdaya, dan PT Sebuku Inti Plantation di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.

"Menjatuhkan putusan kepada terdakwa Totok Lestiyo berupa pidana penjara selama dua tahun, dikurangkan dari masa tahanan seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim, Gusrizal Lubis, saat membacakan amar putusan Totok di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (16/12).

Hakim Ketua Gusrizal menyatakan, Totok juga dituntut pidana denda sebesar Rp 50 juta. Jika tidak dibayar, maka harus diganti hukuman kurungan selama tiga bulan.

Menurut Hakim Ketua Gusrizal, pertimbangan memberatkan Totok adalah perbuatannya mencederai tatanan pemerintah yang bersih dan bebas dari 
korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta tidak mendukung upaya pemerintah dalam menerapkan Good Corporate Governance (tata kelola pemerintahan yang baik). Sementara hal-hal meringankan adalah Totok belum pernah dihukum, menyesal dan mengakui terus terang perbuatannya, serta bersikap sopan selama masa persidangan.

Menurut Hakim Ketua Gusrizal, Totok terbukti melanggar dakwaan alternatif kesatu. Yakni Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto pasal 64 KUHPidana.

Menurut Hakim Taty Hadianty, Totok dengan sengaja memberikan hadiah atau janji, yakni uang Rp 3 miliar, kepada Amran supaya berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Yaitu segera menerbitkan sertifikat Hak Guna Usaha dan Izin Usaha Perkebunan lahan kelapa sawit milik PT Cipta Cakra Murdaya di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah seluas 4500 hektar, serta sertifikat HGU dan IUP milik PT HIP seluas 22,780 hektar, serta IUP lahan perkebunan kelapa sawit di luar 4500 hektar dan 22,780 hektar diajukan oleh PT Sebuku Inti Plantation. PT Sebuku Inti Plantation adalah anak perusahaan PT CCM dan PT HIP yang juga milik Hartati.

Padahal, dalam peraturan Menteri Kehutanan, sebuah perusahaan hanya boleh memiliki surat izin lokasi dan sertifikat Hak Guna Usaha dengan luas lahan perkebunan maksimal 20 ribu hektar. Tetapi, lanjut Hakim Taty, Hartati memaksa supaya surat-surat itu segera diterbitkan, padahal luas lahan perkebunan kelapa sawit milik PT CCM dan PT HIP sudah melebihi ketentuan untuk diajukan dalam permohonan. Maka dari itu, Hartati memerintahkan Totok menghubungi Amran dan mendesaknya supaya mau menyanggupi permintaan itu.

"Bupati Buol 
Amran Abdullah Batalipu menyanggupi permintaan itu dengan imbalan sejumlah uang," kata Hakim Taty.

Hakim Anggota I Made Hendra mengatakan, uang sogok buat Amran diambil dari kas perusahaan PT HIP dan PT Cipta Cakra Murdaya, atas sepengetahuan 
Hartati Murdaya . Uang itu diserahkan bertahap sebanyak dua kali kepada Amran melalui Direktur Keuangan PT HIP, Arim, General Manajer Supporting PT HIP Yani Anshori, dan Direktur Operasional PT HIP, Gondo Sudjono Notohadi Susilo. Dia melanjutkan, Totok juga sempat memberikan bantuan survei politik kepada Amran yang saat itu akan maju kembali sebagai calon petahana di pemilihan umum kepala daerah Kabupaten Buol.

Saat itu, Totok atas sepengetahuan Hartati menunjuk lembaga survei Saiful Muzani Research Consulting (SMRC) untuk mengadakan survei politik untuk Amran, menjelang pemilukada Kabupaten Buol. Tetapi, menurut Saiful, tingkat keterpilihan Amran terpaut jauh ketimbang lawan politiknya.

Amran yang mengetahui hal itu juga melobi 
Hartati Murdaya supaya mau menyumbang buat pemenangan Amran. Hartati setuju dan memerintahkan Totok mencairkan uang Rp 1 miliar untuk diberikan kepada Amran dengan dalih bantuan pembelian sembako dan kampanye. Uang itu diantarkan oleh Arim dan Yani ke rumah Amran pada tengah malam. Tak lama setelah penyerahan duit itu, Amran memerintahkan Asisten I Kabupaten Buol, Amir Rihan Togila, segera mengurus dan menerbitkan Izin Lahan dan IUP PT HIP dan PT SIP.

"Arim dan Yani kemudian mengambil surat izin lahan serta IUP milik PT HIP dan PT SIP di kantor Amran pada pukul 09.00 WITA keesokan harinya," kata Hakim Made Hendra.

Sementara pengiriman uang kedua, yakni Rp 2 miliar, dilakukan oleh Yani dan Gondo. Fulus itu diberikan supaya Amran segera menerbitkan sertifikat Hak Guna Usaha dan IUP lahan kepala sawit milik PT CCM. Duit itu diantar ke rumah peristirahatan Amran, di Villa Leok, Kabupaten Buol.

"Uang itu dikeluarkan terdakwa dari kas perusahaan PT HIP atas sepengetahuan Hartati Murdaya," ujar Hakim Made Hendra.

Menurut Hakim Anggota Mathius Samiaji, proses pemberian uang Rp 3 miliar kepada Amran melalui Arim, Yani, Gondo telah direncanakan oleh Hartati dan Totok. Dia menyimpulkan, perbuatan itu tidak berdiri sendiri dan merupakan satu kesatuan atas beberapa kejadian perbuatan bersama-sama atas permintaan Hartati.

=========================================
Busyro: Di negeri ini ada korupsi by design, merinding kita
Selasa, 10 Desember 2013 11:42Reporter : Islahudin
Busyro nonton sidang Luthfi Hasan. ©2013 Merdeka.com
Merdeka.com - Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas memaparkan maraknya korupsipejabat publik di hadapan kepala daerah. Dia menjadikan kasus Luthfi Hasan Ishaaqsebagai contoh bagaimana aturan impor sapi didesain untuk melakukan tindakan korupsi.

"Tadi malam sudah diputus vonis untuk 
Luthfi Hasan Ishaaq meskipun belum inkracht (tetap). Tindak pidana pencucian uangnya sudah disahkan dan asetnya diambil," kata Busyro di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (9/12).

Busro mengungkapkan, korupsi yang berbahaya justru dimulai dari peraturan yang didesain untuk korupsi. Dia mencontohkan bagaimana dalam peraturan impor sapi yang membuat peternak lokal tidak bisa menyuplai kebutuhan dalam negeri.

"Di negeri kita ada kebijakan korupsi by design. 
Korupsi yang paling berdampak ini adalah yang melalui by design ini. Ini bisa lihat bagaimana dalam kasus impor sapi yang membuat peternak lokal tidak bisa ngapa-ngapain. Banyak kebijakan lain yang kami telisik lagi. Merinding kita lihat datanya. Tapi mari kita sama-sama perbaiki," papar Busyro.

Selain itu Busyro juga menyentil Bupati Buol, 
Amran Batalipu dan Hartati Murdayadalam penjualan izin tanah. Busyro meminta kepada kepala daerah yang hadir untuk tidak meniru Amran dalam hal izin tanah.

"KPK sudah banyak nangkap kepala daerah. Contohnya kasus Bupati Buol, kasusnya penjual izin tanah. Harusnya tanah itu dikelola masyarakat Buol. Tapi malah izinnya dijual ke pengusaha salah satu partai besar di Jakarta. Bapak-bapak tidak perlu mencontoh yang seperti itu," terang Busyro. 
[tts]

======================
Amran Batalipu Minta Mantan Anak Buahnya Dijadikan Tersangka
Senin, 11 Februari 2013 22:35 WIB
Amran Batalipu Minta Mantan Anak Buahnya Dijadikan Tersangka
TRIBUN/DANY PERMANA
Mantan Bupati Buol Amran Batalipu usai menjalani sidang vonis perkaranya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (11/2/2013). Amran divonis 7 tahun 6 bulan dan dena Rp 300 juta karena terlibat kasus suap menyuap dalam pengurusan hak guna usaha perkebunan kelapa sawit PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP) dan PT Cipta Cakra Murdaya (PT CCM). TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Mantan Bupati Buol, Amran Batalipu, meminta anak buahnya, Asisten I Bupati Buol yang juga Ketua Tim Lahan, Amir Rihan Togila, ikut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi kepengurusan izin usaha perkebunan dan hak guna usaha perkebunan di Buol.

Amran juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua petinggi PT Hardaya Inti Plantation, Totok Lestiyo (direktur) dan Arim (financial controller) sebagai tersangka.Permintaan ini disampaikan Amran kepada Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta seusai mendengarkan pembacaan vonis, Senin (11/2/2013).

"Arim dan Totok ini yang menjembatani saya dan salah satu staf saya, Amir Rihan Togila, terlibat jelas. Demi keadilan, kami berharap hakim sampaikan ke jaksa penuntut umum agar tiga orang ini dijadikan tersangka," kata Amran.

Amran bahkan mengaku pernah dijanjikan penyidik KPK kalau ketiga orang itu bakal menjadi tersangka. Menjawab permintaan ini, Ketua Majelis Hakim Tipikor Gusrizal mengatakan bahwa pihaknya tidak berwenang menetapkan seseorang jadi tersangka.

Penetapan seseorang menjadi tersangka, tergantung pada penyidik KPK."Jadi tugas kami hanya menerima, memeriksa, dan memutus perkara. Tergantung pada penyidik apakah (seseorang) menjadi tersangka atau saksi," kata Gusrizal.

Tak patah arang, Amran kembali beragumen. Dia pun mencontohkan persidangan kasus dugaan suap Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID). Dalam kasus itu, katanya, majelis hakim bisa mendesak jaksa KPK untuk menjadikan pengusaha Haris Surahman sebagai tersangka. Tidak lama setelah desakan itu disampaikan, KPK pun menetapkan Haris sebagai tersangka.

"Waktu itu hakim menyampaikan ke JPU (jaksa penuntut umum) agar Haris jadi tersangka. Alhamdulillah disikapi penyidik KPK dan menjadikan tersangka," ujar Amran. Selain itu, dia menilai Amir patut jadi tersangka karena menurutnya, pria itu ikut mendapatkan uang dari Hartati senilai Rp 100 juta.

Kendati demikian, Majelis Hakim Tipikor tetap menolak permintaan Amran ini. "Keluhan saudara bukan kewenangan majelis, itu kewenangan penyidik," tepis hakim Gusrizal.

Dalam kasus dugaan suap di Buol, majelis hakim Tipikor menjatuhkan vonis tujuh tahun enam bulan penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan kepada Amran.

Sebagai Bupati Buol pada 2012, Amran dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut dengan menerima hadiah atau janji berupa uang Rp 3 miliar dari PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP)/ PT Cipta Cakra Mudaya (PT CCM).

Uang tersebut merupakan barter atas jasa Amran yang membuat surat rekomendasi terkait izin usaha perkebunan dan hak guna usaha perkebunan untuk PT HIP/ PT CCM di Buol. Hadiah dari Hartati itu, menurut hakim, diberikan dalam dua tahap melalui petinggi PT HIP, Yani Anshori dan Gondo Sudjono.

==========================
MA Anulir Vonis Bebas Mantan Bupati Buol   
Kamis, 19 January 2017 20:12 WIBPenulis: Nur Aivanni

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
MAHKAMAH Agung (MA) menganulir vonis bebas yang diberikan kepada mantan Bupati Buol Amran H Batalipu. Majelis hakim yang diketuai oleh Artidjo Alkostar tersebut kemudian menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara. Demikian disampaikan oleh Juru Bicara MA Suhadi.
"Iya benar (MA menganulir vonis bebas Amran)," saat dihubungi Media Indonesia, Kamis (19/1). Ia menambahkan selain hukuman penjara, Amran juga dikenakan hukuman denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.
Untuk diketahui, Amran divonis bebas oleh Pengadilan Tipikor Palu. Dalam putusan tersebut, terdapat dissenting opinion yakni dari tiga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut, dua majelis hakim menyatakan Amran tidak terbukti korupsi dana panjar kas Kabupaten Buol tahun 2010.
Namun, jaksa penuntut umum tidak terima dengan putusan tersebut dan kemudian mengajukan kasasi ke MA.
Majelis hakim yang dipimpin Artidjo dengan anggota MS Lumme dan Abdul Latief tersebut pun mengabulkan kasasi jaksa. Selain pidana penjara dan denda yang dijatuhkan, Amran pun harus membayar uang pengganti senilai Rp 2.378.359.300. Apabila tidak membayar uang pengganti tersebut, maka hukumannya akan ditambah selama tiga tahun penjara. OL-2
=============================
Perusahaan Ayin Dukung Amran Batalipu di Pemilukada Buol
55
Jakarta (26/07/2012) Perusahaan milik anak Artalita Suryani alias Ayin, PT Sonokeling Buana ikut mendukung tersangka Bupati Buol, Amran Batalipu sebagai syarat membuka perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah. Di kantor KPK, Jakarta hari ini, kuasa hukum Ayin, Teuku Nasrullah mengatakan saat mengajukan permohonan membuka lahan tahun 2010, Amran mengajukan 3 syarat utama  yaitu serius membangun usaha dan membuat perkebunan Plasma milik petani berbarengan dengan perkebunan inti milik perusahaan. Selain itu, ia meminta  petani yang bekerja dibawah PT Sonokeling untuk memberikan suara pada Amran saat Pemilu Kada. Menurut Nasrullah, saat Pemilu Kada di Buol, Juli lalu direksi PT Sonokeling sudah menghimbau petani untuk memilih Amran. Meski begitu, Ayin sudah tidak lagi memiliki hubungan administratif dengan PT Sonokeling karena dilimpahkan ke anaknya, Rommy Dharma Setiyawan.
Kuasa hukum Artalita Suryani alias Ayin, Teuku Nasrullah menambahkan dalam pemeriksaan KPK terhadap kliennya Selasa lalu di KBRI Singapura penyidik menanyakan mengenai hubungannya dengan 3 tersangka kasus ini yaitu Amran Batalipu, pengusaha Gondo Sujono dan Yani Anshori. Menurut Ayin ia tidak mengenal dan tidak pernah berhubungan dengan mereka Nasrullah menjelaskan bahwa kedatangannya ke KPK ini untuk mendampingi anak Ayin, Rommy Dharma Setiyawan yang diperiksa terkait kasus dugaan suap untuk pengurusan Hak Guna Usaha di Kabupaten Buol. Selain Rommy, KPK hari ini juga memeriksa direktur utama PT Sonokeling Buana, Saiful Rizal. (eko/ary)
==========================
Mantan Bupati Buol dituntut 12 tahun penjara
 Kamis, 10 Januari 2013 12:20 WIB
Jaksa menuntut mantan Bupati Buol Amran Batalipu dijatuhi hukuman penjara selama 12 tahun, denda Rp500 juta dan membayar uang pengganti Rp3 miliar. (ANTARA/Rosa Panggabean)


Jakarta (ANTARA News) - Mantan Bupati Buol Amran Batalipu dituntut hukuman penjara 12 tahun, denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp3 miliar karena dianggap terbukti menerima suap dalam penerbitan Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU).

Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, Jaksa Penuntut Umum Irene Putri mengatakan bisa terdakwa tidak membayar uang pengganti dan denda maka harta bendanya akan disita atau terdakwa dipidana selama dua tahun.

Menurut jaksa, Amran terbukti bersalah berdasarkan pasal 12 huruf a Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang sebagaimana dakwaan pertama.

"Hal-hal yang memberatkan atas terdakwa adalah melakukan perlawanan saat dilakukan penangkapan, berbelit-belit saat dilakukan pemeriksaan dan sebagai kepala daerah tidak memberikan contoh yang baik," tambah jaksa.

Menurut jaksa, pada 15 April 2012 di gedung Pusat Niaga Pekan Raya Jakarta (PRJ), Amran bertemu dengan Pemilik PT Citra Cakra Murdaya (CCM) dan PT Hartati Inti Plantation (HIP) Hartati Murdaya, Kepala Perwakilan PT HIP di Sulawesi Tengah Yani Ansori, Direktur Operasional PT HIP dan Totok Lestiyo, Direktur PT HIP dan Financial Controller PT HIP Arim membahas survei hasil pilkada di Buol.

Pada 11 Juni 2012 Amran kembali bertemu dengan Totok Lestiyo, Arim dan Hartati di gedung PRJ.

Menurut jaksa, Hartati meminta agar terdakwa menerbitkan surat-surat terkait dengan penerbitan IUP dan HGU untuk tanah seluas 4.500 hektare dan tanah di luar tanah tersebut yang masih merupakan bagian 75 ribu hektare di Buol yang merupakan milik PT CCM dan PT HIP.

"Hartati memberikan bantuan untuk kampanye Pilkada senilai Rp3 miliar," tambah jaksa.

Jaksa menyatakan, terdakwa sudah menerima semua uang dari PT HIP dan PT CCM yang selanjutnya digunakan untuk kampanye pilkada.

"Uang itu juga telah habis digunakan untuk kampanye pilkada dan sampai sekarang uang Rp3 miliar itu belum dikembalikan padahal uang tersebut tindak pidana koruspi," kata jaksa.

Amran dan tim pengacaranya akan menyampaikan nota pembelaan atas tuntutan jaksa tersebut pada Senin, 21 Januari 2013.

(D017)



Editor: Maryati
COPYRIGHT © ANTARA 2013
======================
Hartati divonis 2 tahun 8 bulan
 Senin, 4 Februari 2013 13:39 WIB
Hartati divonis 2 tahun 8 bulan
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan Siti Hartati Murdaya bersalah melakukan suap dalam pengurusan izin usaha perkebunan dan hak guna usaha.(ANTARA/Rosa Panggabean)


Jakarta (ANTARA News) - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Senin menjatuhkan vonis hukuman penjara selama dua tahun dan delapan bulan serta denda Rp150 juta subsider tiga bulan tahanan kepada pengusaha Siti Hartati Murdaya, terdakwa kasus suap pengurusan izin usaha perkebunan dan hak guna usaha di Buol, Sulawesi Tengah.

"Menyatakan terdakwa Siti Hartati Murdaya secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata Ketua Majelis Hakim, Gusrizal.

Vonis tersebut masih lebih rendah dari tuntutan jaksa. Sebelumnya jaksa meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara selama lima tahun dan denda Rp250 juta subsider empat bulan penjara.

Dalam amar putusannya, majelis hakim menilai mantan anggota Komisi Ekonomi Nasional (KEN) tersebut terbukti memberikan hadiah atau janji kepada penyelenggara negara yaitu Bupati Buol, Amran Batalipu, supaya berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

Menurut majelis, pemberian uang Rp1 miliar melalui Arim dan Yani dan Rp2 miliar melalui Yani dan Gondo kepada Amran Batalipu membuktikan bahwa unsur menjanjikan sesuatu telah terpenuhi.

Pemberian uang tersebut, menurut hakim, digunakan untuk mendapatkan surat rekomendasi dalam pengurusan hak guna usaha PT Citra Cakra Murdaya (CCM) yang masih satu kelompok perusahaan PT Hardaya Inti Plantation (HIP) untuk lahan seluas 4.500 hektare yang telah ditanami dan sisa lahan seluas 50 ribu hektare.

Menurut hakim, tindakan Hartati memberikan uang kepada Bupati Buol untuk mendapat surat rekomendasi PT CCM padahal PT HIP yang masih dalam satu kelompok perusahaan sudah mendapat HGU seluas 22 ribu hektare sehingga melanggar peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 2 tahun 1999.

Hakim menyatakan, menurut ketentuan itu areal HGU maksimal adalah 20 ribu hektare. "Jadi pemberian uang kepada Amran tidak sepatutnya dan dilakukan dengan kesengajaan supaya mendapat surat rekomendasi," jelas hakim.

"Majelis menganggap telepon pada 20 Juni 2012 oleh terdakwa bukanlah basa-basi atau ethok-ethok seperti dalam pledoi terdakwa karena dalam pembicaraan itu terdakwa meminta agar Amran membuat surat karena terdakwa keberatan dengan PT Sonokeling," ungkap Hakim.

Bupati Buol Amran Batalipu, menurut hakim, menyanggupi permintaan pemberian surat rekomendasi tersebut dan terdakwa menyatakan sanggup memberikan Rp1 miliar terlebih dulu dari permintaan dana Rp3 miliar.

Atas putusan tersebut baik Hartati maupunn tim jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir. "Saya pikir-pikir yang mulia," kata Hartati.

(D017)




Editor: Maryati
COPYRIGHT © ANTARA 2013
======================

Bekas anak kesayangan Hartati Murdaya dijebloskan ke penjara

Senin, 23 September 2013 18:30Reporter : Putri Artika R
Merdeka.com - Mantan Direktur Utama PT Hardaya Inti Plantation Totok Lestiyo dijebloskan ke dalam tahanan usai diperiksa penyidik KPK. Totok yang bekas anak emas Siti Hartati Murdaya itu ditahan di Rumah Tahanan Cipinang, Jakarta.

"Ditahan untuk 20 hari pertama sejak hari ini," ujar Jubir KPK Johan Budi SP , Senin (23/9).

Totok sendiri saat keluar enggan berkomentar apapun kepada wartawan yang menunggunya di lobi KPK. Totok langsung masuk ke dalam mobil tahanan KPK yang membawanya ke Rutan Cipinang.

Totok disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU 13 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No. 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Totok merupakan orang kepercayaan Hartati Murdaya. Hartati sempat mengaku dikhianati oleh anak buahnya sendiri lantaran menyeretnya dalam kasus ini. Kasus ini berawal dari tangkap tangan KPK kepada Manajer PT Hardaya Inti Plantation Yani Anshori di Buol, Sulawesi Selatan.

Dari penangkapan itu, kemudian KPK juga mengejar GM PT Cipta Cakra Murdaya Gondo Sudjono yang ditangkap bersama-sama dua orang lainnya yakni Sukirno dan Dedi Kurniawan. Mereka ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta, sehari setelah operasi tangkap tangan di Buol. Sedangkan penerima suap yakni Bupati Buol Amran, melarikan diri yang pada akhirnya di tangkap di rumahnya. Kesemuanya telah menjalani sidang dan putusan vonis.

Hartati diputus bersalah oleh Majelis Pengadilan Tipikor karena terbukti menyuap Rp 3 miliar kepada Bupati Buol untuk pengurusan HGU lahan kelapa sawit di Buol Sulawesi Selatan atas PT CCM. Hartati pun banding dan banding itu ditolak oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Kini, pihak Hartati mengajukan kasasi ke MA. [did]



No comments:

Post a Comment

Knowing Malaysian Palm Oil Investors in Indonesia

https://www.palmoilmagazine.com/news/8504/knowing-malaysian-palm-oil-investors-in-indonesia   Main News | 21 January 2021 , 06:02 WIB ...