Saturday, March 3, 2012

SPI Cabang Asahan tuntut penyelesaian sengketa tanah

SPI Cabang Asahan tuntut penyelesaian sengketa tanah


ASAHAN. Ratusan massa yang tergabung dalam Serikat Petani Indonesia (SPI) Kabupaten Asahan mendatangi Kantor Bupati Asahan (5/3) menuntut penyelesaian sengketa tanah yang dialami oleh anggota SPI Basis Simpang Kopas dan SPI Basis Sei Kopas Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan dalam usaha merebut kembali lahan pertanian milik mereka yang dikuasai oleh PT Jaya Baru Pratama dan PT Bakrie Sumatera Plantation.

Pada tahun 1949 masyarakat yang berasal dari Tomuan Holbung dan Desa Huta Padang membuka lahan pertanian dan sekaligus membuka perkampungan. Perkampuang yang mereka diami diberi nama Sordang Tonga-tonga (Desa Simpang Kopas – sekarang). Pada saat itu pemerintahan masih bersistem kewedanaan (setingkat desa) dan Desa Huta Padang masih dipimpin oleh kepala kampong M. Bosir Sinurat. Tahun 1984, diadakan pencekingan atas areal masyarakat oleh oknum penguasa desa dengan alasan akan digantirugikan dengan pihak perusahaan, tanpa ada musyawarah tentang harga atas areal/tanah yang dikelola oleh masyarakat. Kemudian memanggil pemilik tanah untuk menerima ganti rugi atau lap keringat tanpa diketahui harga dan luas areal masing-masing penduduk yang diambil yang diambil tanahnya dan disuruh menandatangani tanda terima uang. Ternyata uang lap keringat hanya Rp 25.000/Ha dibagikan per orang tanpa melihat luas lahan yang dikelola masyarakat. Jika masyarakat menolak dan tidak bersedia menerima ganti rugi tersebut diintimidasi dan dituduh sebagai PKI atau penghalang pembangunan, sehingga intimidasi dan penindasan oleh oknum petugas pengawas pihak perusahaan untuk mengerjakan lahan tersebut. Lahan seluas 600 Ha saat ini dikuasai oleh PT Jaya Baru Pratama yang jelas-jelas tidak memiliki HGU.

Sementara itu, pada tahun 1953 masyarakat Sei Kopas membuka lahan di Desa Silau Jawa (Desa Sei Kopas – sekarang). Tahun 1983, Bupati Asahan pada waktu itu (Bahmit Muhammad – red) melalui Kepala Desa Silau jawa dan Huta Padang menghimbau agar masyarakatnya menginventariskan tanah tersebut kepada pemerintah setempat dengan maksud agar dijadikan pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat – red) dan menunjuk PT USP (Usaha Swadaya Pradana – red) sebagai bapak angkat dari program PIR. Tahun 1989, Bupati (Bahmit Muhammad) mengalihkan lahan kepada pihak-pihak pribadi staff PT Usaha Swadaya Pradana.

Selanjutnya PT Usaha Swadaya Pradana, yang ditunjuk sebagai bapak angkat pola PIR, merubah nama perusahaannya menjadi PT United Sumatera Plantation. PT United Sumatera Plantation menggunakan kesempatan untuk memperluas arealnya dengan menanami pohon karet ke daerah perladangan Sionggang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge seluas kurang lebih 1.442 Ha, tanpa ada izin surat-surat penggarapan. Dari lahan yang digarap PT USP, seluas 674 Ha di dalamnya adalah lahan milik masyarakat Silau Jawa (sekarang Sei Kopas) dan Huta Padang. Tahun 1998, bapak angkat pola PIR mengusulkan izin HGU kepada Gubernur Sumatera Utara, namun ditolak dan ditangguhkan karena masih tergolong dalam lahan sengketa, dengan dikeluarkannya SK Gubernur Sumatera Utara Nomor: 593.05/1392/K tahun 1998. Melalui SK tersebut telah dibentuk tim penertiban Permasalahan Garapan Penduduk di Areal PTPN II dan lainnya di Propinsi Sumatera Utara. Besar kemungkinan dikarenakan ketidakmampuan dalam pengelolaan maupun dalam pengurusan HGU. PT USP mengalihkan lahan sengketa kepada PT Bakrie Sumatera Plantation. Sampai saat ini lahan seluas 220 Ha tersebut masih dikuasai oleh PT Bakrie Sumatera Plantation.

Sejak bergulirnya masa reformasi masyarakat menghimpun kekuatan untuk merebut kembali lahan mereka, masyarakat yang tinggal di Desa Simpang Kopas bergabung menjadi anggota SPI Basis Simpang Kopas berjuang merebut kembali lahan mereka seluas 600 Ha yang dikuasai oleh PT Jaya Baru Pratama. Sementara itu masyarakat yang bermukim di Desa Sei Kopas menggabungkan diri menjadi anggota SPI Basis Sei Kopas berjuang merebut kembali lahan mereka seluas 220 Ha yang dikuasai oleh PT Bakrie Sumatera Plantation.

Dalam perjalanan memperjuangkan lahan ini, berbagai tindakan intimidasi dan kekerasan kerap terjadi. Walau demikian berbagai usaha juga ditempuh untuk merebut kembali lahan tersebut, mulai dari membuat pengaduan ke pihak Legislatif, Eksekutif, dan BPN, dari tingkat Kabupaten hingga Propinsi yang masih dalam proses penyelesaian, bahkan petani anggota SPI Basis Sei Kopas juga melakukan pendudukan terhadap lahan dengan membangun gubuk-gubuk di lahan serta menanami lahan dengan tanaman pangan seperti ayur. Hal ini dilakukan selain untuk mempertahankan lahan milik mereka juga sebagai upaya meningkatkan taraf ekonomi.

Kali ini kembali petani anggota SPI Basis Simpang Kopas dan SPI Basis Sei Kopas membuat pengaduan dengan malakukan aksi bersama dengan anggota SPI Kabupaten Asahan di Kantor Bupati Asahan, menuntut agar pihak Pemkab Asahan segera menyelesaikan sengketa lahan yang dihadapi ini. Massa diterima oleh Asisten I Pemkab Asahan Zulkarnaen yang berjanji dalam dua minggu ini akan mengundang kedua perusahaan (PT Jaya Baru Pratama dan PT Bakrie Sumatera Plantation – red) untuk berdialog mengenai lahan yang dalam sengketa. ”Untuk selanjutnya kami juga akan mengundang anggota SPI Kabupaten Asahan setelah pertemuan tersebut” lanjut Zulkarnaen.

Pihak BPN Kabupaten Asahan juga hadir dalam kesempatan ini, dan mereka membenarkan bahwa PT Jaya Baru Pratama tidak memilik HGU. Namun, ketika massa meminta surat keterangan tidak memiliki HGU pihak BPN Kabupaten Asahan tidak mau memberikannya. ”BPN Asahan mengarahkan agar kami meminta langsung ke Kanwil BPN Sumut. Kami dijadikan seperti bola, karena jika kami meminta ke Kanwil BPN Sumut maka akan dianjurkan ke BPN Kabupaten” kata Zubaidah Ketua SPI DPC Asahan.

No comments:

Post a Comment

Knowing Malaysian Palm Oil Investors in Indonesia

https://www.palmoilmagazine.com/news/8504/knowing-malaysian-palm-oil-investors-in-indonesia   Main News | 21 January 2021 , 06:02 WIB ...